YAKIN BISA

 

YAKIN BISA

(Rovita Aulia Rahma)

Jika mengenang masa lalu, aku dilahirkan dari kedua orang tua yang cukup sederhana dengan bapak dan ibu sebagai tamatan SD, makan lauk tempe seadanya sudah sangat istimewa bagiku, teringat waktu SD dulu ketika berangkat sekolah harus di suapin sambil menonton tv dulu atau sambil memakai sepatu. Dan ketika sampai di sekolah dengan di bekali uang 2000 kita sudah senang. Dan ada satu kejadian yang masih aku ingat yang mana kepala sekolah sedang berada di kantin yang sama. beliau berkata :

“Bersyukurlah kamu nak, kamu masih bisa sekolah lihatlah itu teman temanmu disana menunjuk ke jalanan, lihat mereka belum bisa sekolah sepertimu nak, tetap semangat mengejar cita-citamu ya. Percayalah semua orang tua ingin anak-anaknya cerdas dan pintar “kalimat itu selalu dilontarkan pak sugeng, kepala sekolahku di SD.

Oh iya, namaku lia, hobiku menulis. Aku lahir di desa terpencil dengan keluarga yang sederhana bapak dan ibu yang keseharian bekerja di sawah dan beternak untuk menghidupi kami semua. Tapi untuk pendidikan hampir semua orang tua di desaku itu hanya tamatan SD saja dan orang tua zaman dulu umur 16/17 tahun itu sudah menikah dan lumrah di zaman itu. Seperti halnya orang tuaku yang dulu menikah di usia yang masih sangat belia.

Ketika menginjak kelas 6 akhir dan kelulusan tiba, aku berniat meminta izin kepada orang tuaku, aku ingin melanjutkan sekolah SMP ke kota.

“pak, aku pengen melanjutkan sekolah SMP di kota boleh gak?”

“Nduk, sudahlah bantu bapak ibukmu ini dirumah bantu mencari rumput atau bekerja saja”

“Pak, lia pengen sekolah” Tanya lia sambil menunduk

“Iya nduk dirumah aja, toh kamu kalau melanjutkan sekolah pasti ujung-ujungnya juga ke dapur” jawab ibu

Sudah kuduga, pasti jawaban mereka begitu. Dan aku tidak habis pikir kenapa kedua orang tuaku berpikirnya seperti orang zaman dahulu, padahal sekarang udah bukan zaman mereka lagi karena sekarang kan sudah ganti jaman harusnya bapak dan ibu mengikuti arus perkembangan zaman.

“Nduk, itu cuacanya mendung bantuin ibu bapak masukin gabah ke dalam karung nanti keburu hujan”

“Iya pak”

“Ayo nduk jangan melamun, udah rintik-rintik ini, cepat” ujar bapak

“Iya pak” sambil berlari

Setelah berminggu-minggu aku mencoba merayu kedua orang tuaku, dan akhirnya mereka merestuiku untuk melanjutkan sekolah SMP. Dengan catatan kalau sekolah di luar harus rajin belajar dan dapat juara tidak lupa  tetap membantu orang tua

                                                           

                                                                        ****

Corona Covid-19 sebagai Pandemi Global. KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi mengumumkan wabah Covid-19 sebagai pandemi global. Hal ini diumumkan Rabu (11/3/2020) malam. KOMPAS.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengungkapkan, pembelajaran jarak jauh bisa diterapkan permanen setelah pandemi Covid-19 selesai

Dihari itu aku kaget campur senang dan sedih juga. Aku yang sudah keterima di SMP yang kuinginkan namun adanya situasi ini membuat aku sedih karena seharusnya aku bisa bertemu teman-teman baru namun harus sekolah online, dan senangnya karena ketika dirumah aku masih bisa membantu orang tuaku disini.

“Buk, sini buk sini”menunjuk tv

“Apa to nduk? Ada apa?” Tanya ibu

“Lihat berita itu buk, lagi ada corona dimana-mana, kita gak boleh keluar dulu sekolah disuruh belajar online buk, belajar dirumah”

“Apa to ini kok rame” kedengaran sampe luar”, Tanya bapak

“Ini pak, ada corona pak gak boleh keluar rumah. Dan sekolah-sekolah pada disuruh belajar online pak”

“Ya jadi dirumah bisa bantu-bantu bapak ibukmu nduk” jawab bapak

“Nggih pak”

Saat itu aku merasa cemas, di otakku terngiang-ngiang belum siap untuk membagi waktu nanti gimana ya, takut enggak punya teman, takut sendirian, takut kuota cepat habis, bingung kalau mati listrik gimana.dihantui perasaan takut takut takut….  

1 minggu kemudian…

 

****

Hari ini , pertama kali aku masuk sekolah online menggunakan aplikasi zoom bertemu dengan guru pun online, perkenalan satu-satu juga online. Aku merasa aneh karena ini pengalaman pertama dan belum terbiasa melakukan kegiatan ini. Sampai ditengah pembelajaran, tiba-tiba aku keluar dari aplikasi zoom sendiri aku panik, takut ketinggalan informasi dan setelah beberapa menit aku cek-cek dan memang ternyata kuotaku habis. Aku kebingungan karena dirumahku nggak ada wifi dan kalau mau cari wifi juga rumah tetangga agak jauh, dan disaat itu juga aku dipanggil ibuku untuk membantu memotong rumput di depan rumah.

“Nduk, nduk” Tanya ibu

“Iya buk,” sambil teriak karena di dalam kamar

“Nduk sini bantuin ibuk di depan”

“Sebentar buk”

“Kok sebentar-sebentar to nduk, ayoo”

Aku disitu bingung dan akhirnya aku memilih untuk menyusul membantu ibu dan entahlah aku pasrah dengan sekolahku hari ini.

“Lia” Tanya pak sugeng

“dalem pak sugeng”

“gak sekolah lia?”

“sekolah pak, baru tadi masuk sekolah, kebetulan online pak”

“oh iya, yang semangat ya.”

“aamiin, makasih banyak pak sugeng”

“sama-sama, saya permisi dulu ya. Monggo bu”

“nggih pak”  jawab ibu

Keesokan harinya setelah aku membeli kuota, aku scroll social media dan tanpa sengaja nemu flyer lomba peringatan Hari Pendidikan Nasional. Ada lomba cerpen tingkat nasional, disitu aku tertarik selain hadiahnya yang cukup besar aku juga ingin membahagiakan kedua orang tuaku karena aku selalu ingat pesan mereka untuk menjadi anak yang berprestasi, dan tanpa pikir panjang aku langsung daftar hari itu juga namun ada kendala, jadi waktu pengumpulannya sangat mepet, 3 hari harus dikumpulkan. Disitu aku berpikir keras mencari judul yang sesuai dengan tema yang diberikan dan seperti biasa ketika aku sedang belajar atau ada kelas aku dipanggil orang tuaku untuk membantu mereka.

“Nduk lia” kata ibu

“Iya bu, sebentar masih belajar ini”

“Nduk itu lo ibuknya dibantu” kata bapak

“Sik pak”

“Kok sebentar-sebentar to kalo dipanggil, jangan malas-malasan”

“Iya pak” berjalan menuju tempat ibu

Dalam hati berkata ”kenapa kedua orangtuaku kurang mengerti aku” karena aku tidak ingin berdebat aku memilih untuk membantu ibuku dan melanjutkan mengerjakan tugas nanti. Namun dari sini aku semakin semangat, ingin membuktikan kepada kedua orang tuaku kalau aku ini enggak malas-malasan, aku memang belajar sungguhan. Setelah selesai membantu ibuku aku izin untuk melanjutkan belajar dan menulis cerpen agar cepat selesai. Tak terasa aku sudah belajar hampir 12 jam menatap layar laptop, tinggal sedikit lagi selesai namun mata ini sudah tidak kuat akhirnya memutuskan untuk dilanjut besok saja.

Keesokan harinya.. berhubung bertepatan dengan hari minggu jadi bisa ngebut untuk menyelesaikan cerpen yang tinggal sedikit lagi. Dan setelah beberapa jam akhirnya selesai, langsung di dikirim dan berdoa semoga saja mendapat juara,  kemudian dilanjut membantu ibu di depan rumah.

“Lia, kamu ikut lomba to?” Tanya pak sugeng

“Loh pak, kok tau?”

“Iya, kemaren bapak dikasih tau anak bapak”

“Oalah, anak bapak juga ikut lomba itu?”

“Iya lia, semoga menang ya”

“Iya pak terimakasih doanya, semoga anak bapak juga menang”

Semakin deg-degan melihat anak pak sugeng juga ikut lomba karena setahu aku anak beliau selalu mendapat juara ketika ikut lomba, tapi aku optimis dan yakin kalo punya aku juga gak kalah bagus.

Pengumuman telah tiba.. Alhamdulillah, namaku mendapati urutan pertama antara percaya dan tidak percaya disitu aku langsung teriak memanggil orang tuaku.

“Pak, buk” teriak sambil berlari

“Apa to nduk” Tanya bapak

“Pak, lihat ini pak. Pak aku menang lomba pak dapet juara satu” sambil gemetar

“Alhamdulillah nduk” jawab bapak

“Alhamdulillah nduk, semangat belajarnya” jawab ibu

Aku langsung memeluk bapak dan ibuku dengan mata berkaca-kaca aku merasakan kebahagiaan yang mungkin menurut orang biasa saja tapi bagiku ini kebahagiaanku meskipun sederhana.

 

                                                                        ****

Tantangan terberat dari adanya pandemic ini kita harus bisa membagi waktu karena orang tuaku mengira aku hanya malas-malasan saja mereka mengira aku tidak belajar namun tantangan itu berhasil aku lewati dengan memberikan bukti nyata kepada kedua orang tuaku. Dan disitu mendikbud Nadiem Makarim juga mengatakan bahwa masa pandemic Covid-19 jadi waktu yang tepat untuk berinovasi dalam pendidikan Masuk ke sekolah yang dari dulu menjadi impianku, dan mendapatkan prestasi itu sebuah kebahagiaanku, yang muncul dari rasa puas “Alhamdulillah akhirnya aku bias membuktikan kepada orang tuaku bahwa memang aku itu serius belajar bukan kok males malesan gak mau membantu orang tua”. Dan ya, mereka senang, mereka bangga denganku. Aku bersyukur atas semua rangkaian kisah yang Allah berikan ini, karena aku percaya semua itu pasti akan ada hikmah di baliknya. Dan benar kata bapak jokowi yang mana beliau mengatakan pandemic virus corona (COVID-19) memberikan begitu banyak pelajaran. Pernyataan tersebut disampaikan pak jokowi lewat aku media social resminya .

 

 

 

Catatan :

“nduk”            : panggilan anak perempuan

“gabah”           : padi

“nggih”            : iya

“sik”                : sebentar

“Covid-19”     : Corona Virus Disease 2019

 

Biografi Penulis :

Rovita Aulia Rahma lahir di Trenggalek, 04 juli 2000. Saat ini penulis tercatat sebagai mahasiswi S1 Jurusan Psikologi Islam di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Penulis sedang aktif mengikuti berbagai kegiatan organisasi dan magang.. Aktif menulis di KBM App, wattpad dan telah menerbitkan 1 buku berjudul secarik kasih. Tidak ada salahnya mencoba hal baru selagi kita mampu, karena akan ada berbagai keseruan yang bisa kamu temukan di dalamnya. Pembaca dapat berinteraksi dengan penulis melalui instagram (@vita__ar)

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Psychological First Aid (Pertolongan Pertama Psikologis)